Wednesday, October 8, 2008

Mengembalikan Kedaulatan pada Manusia

KE... CE... WA... ( baca dengan gaya TER... LA... LU...-nya Khak Rhoma). Begitu kesan yang terbit saat membaca http://kualaide.blogspot.com/2008/10/mengingat-sejarah-menuju-acehisme-dan.html.

Aceh. Hari jadi 7 Desember 1959. Koordinat 2°-6° LU dan 95°-98° BT. Dasar Hukum UU RI No. 24/1956, UU RI No. 44/1999 UU RI No. 18/2001, UU RI No. 11 2006. Begitu tega Bung kualaide menggiring wilayah sesempit 57,365.57 km2 per segi yang merangkum 12.26% pulau Sumatera, 119 buah pulau, 73 sungai besar dan 2 danau, ke tepi jurang kehancuran? Tak cukupkah pertikaian dan bencana menggerus akal sehat penghuni tanah duka? Acehisme, kedaulatan Aceh....???!!! Boh pue lee nyan? Sempit, sesak, sumpek, susah dan sakit.

Bung kualaide harus memahami banyak orang membaca ide dalam tulisannya. Jika (semoga tidak) pembaca meresapi dan membaca secara taqlid apa yang akan terjadi. Dampak terbesar yang akan muncul berwujud chauvinisme, dampak minimalnya bisa saja jelmaan kesesatan pikir yang melanda pembaca. Coba bayangkan (baca dengan gaya Pak Su'ib).

Mungkin romantisme sejarah yang buta bisa meracuni pikiran anda. Namun, jangan melupakan dampak di luar jangkauan analisis/perhitungan anda. Gawat betul itu. Bahaya sangat bagi kelangsungan dan hajat hidup orang banyak. Mengapa harus merasa lebih dengan kekayaan tanah dan jajaran catatan buku berjudul sampul duka? Sudah biasalah kalau tanah kaya rakyat nggak makmur. Manusia di atas tanah kaya selalu merasa aman karena "Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman". Jangan sundek kalau mengalami fenomena buya krueng teudong-dong, buya tamong meuraseuki. Kesalahan bukan berasal dari layar televisi anda, bisa saja karena salah merk atau salah memilih stasiun.

Ada apa ini...? Ada apa ini...? Ada apa ini...? (pakai gaya Tora Sudiro). Kemana pergi kecemerlangan pemuda bertalenta? Seharusnya anda menarik rakyat untuk menghindari tubir jurang sesat pikir. Membawa rakyat untuk bekerja, mengembalikan kedaulatan pada manusia, bukan menggiringnya dalam kegelapan sesempit kotak korek api atau tabung pemantik otomatis berjuluk Acehisme atau kedaulatan Aceh. Segurat harap membersit dari benang cahaya harapan, semoga Bung kualaide dapat membuka keran pemikiran yang tersumbat jumud zaman agar pikiran segar tak menjelma air comberan.

Semangat Aceh yang anda miliki menjadi modal yang cukup untuk membangun kemanusiaan. Kegelisahan Aceh yang anda tunjukkan berpeluang menjadikan anda Supermodel eh... salah, berpeluang menjadikan anda manusia yang akan mengembalikan kedaulatan kepada manusia, sebab anda manusia yang sangat manusia. Tragedi melahirkan trauma. Namun, bukan alasan pembenar untuk mencerabut manusia dari kemanusiaannya.

Akhir kata:
buah strawberry warnanya merah
kalau nggak happy jangan marah

(Menanggapi arus deras ide Bung kualaide di luar bingkai nasionalisme untuk menghindari bias sentimen Aceh-Jakarta).

3 comments:

Pemulung Makmur said...

Salam bro..
dengan ini ku undang di kau untuk bersenda di blog aku, dan juga sekalian aku minta izin untuk ngelink blog di kau..

hehehehe,

99310 said...

okay, silahken... Senang bsa bercanda

Pemulung Makmur said...

Jangan becanda lah broe..
serius dikit la..
heheheheheheh,